Konseling
dan Psikoterapi
Pada
dasarnya antara konseling dan psikoterapi dalam hal tujuan sama-sama ingin
membantu agar klien dapat menemukan permasalahan untuk kemudian dapat
dipecahkan bersama-sama, namun semua itu hanya dapat terlaksana dengan baik
manakala klien dapat membuka diri dan mau diajak kerjasama. Dan adapun perbedaannya lebih kepada pendekatan
dan cara penanganannya, dimana konselor sebagai mitra yang dapat memberikan
masukkan dan membantu untuk memunculkan suatu permasalahan yang dirasakan klien,
baik masalah yang disadari maupun yang tidak disadari. Sedangkan psikoterapis
selain menggunakan teknik konseling ia juga menggunakan therapy yang sifatnya
lebih kepada perubahan pada prilaku yang sangat substanstib.
Selain
itu paradigma yang selalu ditekankan adalah adanya rasa kepercayaan yang selalu
dilakukan psikoterapis untuk menumbuhkan optimisme pada diri klien.
Y
Klien yang menjalani konseling tidak
digolongkan sebagai penderita penyakit jiwa, tetapi dipandang sebagai seseorang yang mampu memilih
tujuan-tujuannya sendiri, membuat keputusan dan secara umum bisa bertanggung
jawab terhadap perbuatannya sendiri dan terhadap hari depannya yang lebih baik.
Y
Konseling dipusatkan pada keadaan
sekarang dan yang akan datang.
Y
Klien tetaplah klien ia bukan
pasien. Konselor bukanlah tokoh otoriter namun ia adalah seorang patner dari
klien dalam melangkah bersama untuk mencapai tujuan yang hendak diinginkan.
Y
Konselor tidaklah netral secara moral ,
melainkan memiliki nilai-nilai perasaan dan normanya sendiri, meskipun konselor
kesannya seperti memaksakan kehendaknya, namun pada dasarnya hanya ingin
membantu kepada hal yang lebih baik.
Y
Konselor memusatkan pada perubahan
perilaku tidak hanya menumbuhkan pengertian semata.
Berangkat dari pemahaman Brammer & Shostrom
(1977) mengemukakan bahwa :
1.
Konseling ditandai oleh adanya
terminology seperti : “educational, vocational, supportive, situational,
problem solving, conscious awareness, normal, present-time dan short term”.
2.
Sedangkan psikoterapi ditandai oleh :
“supportive (dalam keadaan krisis), reconstructive, depth emphasis, analytical,
focus on the past, neurotics and orther severe emotional problems and longterm.
Artinya segala sesuatunya lebih mendalam hingga tuntas dan semua itu perlu
waktu serta proses.
Sumber
: http://arpan.guru-indonesia.net/artikel_detail-18306.html